Kamis, 29 Oktober 2009

perubahan prilaku setelah promosi kesehatan

Advokasi Sebagai Alat Perubahan

Pendahulauan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit sampai saat ini belum menjadi prioritas penting bagi rumah sakit. Rumah sakit masih lebih mementingkan kelangsungan usaha, keuntungan, pemenuhan kebutuhan logistik, sumber daya manusia dan (bila kondisi memungkinkan) pengem-bangan jenis pelayanan baru. Sementara itu karyawan rumah sakit, terutama mereka yang sebenarnya berisiko tinggi mengalami penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja seperti dokter, perawat, radiolog, petugas laboratorium dll. Belum mendapatkan perhatian yang cukup.

Kasus seperti tertulis di atas barangkali sebenarnya sering terjadi, tetapi masih dianggap sebagai ?resiko pekerjaan?. Sesungguhnya, bila kita mengetahui risiko yang mungkin dihadapi oleh MJ, seperti yang tertulis di bawah ini, mungkin kita akan berpikir lain.

* Risiko rata-rata infeksi HIV pada tenaga kesehatan dari seluruh kasus luka perkutaneus dengan darah terinfeksi HIV adalah 0,3%.

* Risiko pajanan membran mukosa adalah 1%.

* Risiko pajanan kulit adalah < 0,1%.

* Risiko tertinggi bila terjadi pajanan terhadap :

o Peralatan yang jelas terkena darah

o Alat plebotomi

o Luka tusuk yang dalam

o Pasien sumber penularan meninggal dalam waktu 2 bulan sesudah pajanan

o Jarum berlubang

o Jarum berdiameter besar (nomor < 17) nb

Dengan melihat risiko-risiko di atas, jelas bahwa perlu ada upaya-upaya untuk melindungi karyawan/petugas kesehatan, yang menjadi bagian dari system manajemen K3 RS. Sayangnya untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah, mengingat bahwa tidak semua RS menganggap hal ini penting. Di sinilah diperlukan advokasi terhadap pimpinan rumah sakit agar pandangan tersebut dapat diubah.

Makalah singkat ini berisi penjelasan tentang advokasi serta langkah-langkah yang perlu dilaksanakan agar terbentuk komite manajemen K3RS.

Pengertian Advokasi

Advokasi merupakan metode yang ampuh untuk mempengaruhi pendapat publik atau orang lain, dan diharapkan juga dapat mengubah perilaku yang kurang menguntungkan.

Teori Perubahan Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.

Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerap-kan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.

Health Belief Model

Model perilaku ini dikembangkan pada tahun 50?an dan didasarkan atas partisipasi masyarakat pada program deteksi dini tuberculosis. Analisis terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program tersebut kemudian dikembangkan sebagai model perilaku. Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;

1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.

3. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana & petugas kesehatan.

Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.

Apa yang dapat dilakukan : Surveilans

Pada waktu kita menyampaikan advokasi kepada pihak yang berwenang, ide/pendapat yang kita sampaikan perlu didukung oleh data yang valid. Data tersebut dapat berupa data kuantitatif atau data kualitatif. Upaya mendapa-tkan data tersebut sangat beragam, dan salah satunya adalah surveilans.

Surveilans adalah pengamatan secara terus menerus terhadap suatu proses. Dengan melakukan surveilans kita dapat menentukan apakah angka kejadian penyakit akibat kerja atau kecelakaan kerja mengalami peningkatan, di bagian/instalasi mana paling banyak terjadi, apakah ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan kejadian meningkat, dan bagaimana upaya yang telah dilakukan untuk memperkecil risiko kejadian.

Hasil dari surveilans adalah data angka kejadian selama satu periode, misalnya satu tahun. Sebagai contoh, setelah mengamati angka kejadian tertusuk jarum suntik di rumah sakit X, anda ingin melakukan advokasi kepada pimpinan anda tentang perlunya dilakukan studi epidemiologis lebih lanjut tentang hal tersebut. Nantinya penelitian ini juga dapat diperluas tidak hanya terbatas pada angka kejadian tertusuk jarum suntik. Data-data yang dikumpulkan melalui surveilans adalah sebagai berikut :

* Bagian atau instalasi mana saja yang terlibat (bedah, UGD, penyakit dalam dll)

* Siapa saja yang mengalami kejadian tersebut (perawat, dokter, mahasiswa dll)

* Aktivitas apa yang sedang dilakukan saat itu (menyuntik, mengambil darah, hecting, pasang infus dll)

* Alasan terjadinya hal tersebut ( kotakpenyimpanan tidak tersedia, sedang memakai alat, tempat sampah tidak tersedia, alat rusak dll)

* Jenis luka (tusukan, robek, laserasi, dll)

* Bagian tubuh yang terluka (wajah, mata, tangan ,lutut dll )

* Alat proteksi yang digunakan (sarung tangan, masker, kaca mata, dll)

* Alat yang melukai (jarum suntik, scalpal, dll)

* Akar penyebab (pasien terlalu banyak, kondisi emergensi, kurangnya pelatihan, tidak menyadari bahaya/risiko, tidak memakai alat pelindung, dll)

Hasil dari surveilans ini kemudian dapat digunakan sebagai dasar advokasi kepada pimpinan anda. Anda dapat menulis surat yang disertai data-data diatas, atau anda dapat menyampaikannya secara lisan, misalnya dalam sebuah rapat. Yang perlu diingat adalah, bahwa anda perlu menyampaikan secara jelas apa target/tujuan yang hendak dicapai, misalnya perlu dibentuk K3 RS, perlunya dilakukan pelatihan dll. Hal lain yang penting adalah bahwa setiap kali advokasi disampaikan, selalu ada 2 kemungkinan : berhasil atau gagal. Sudah selayaknya kita bersiap untuk 2 kemungkinan tersebut, sehingga tidak akan menurunkan motivasi untuk memperjuangkan K3RS.

Langkah selanjutnya : Pembentukan Komite K3 Rumah Sakit

Apabila anda berhasil meyakinkan pimpinan rumah sakit berdasarkan data surveilans yang telah dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah advokasi untuk membentuk komite K3 RS. Komite ini nantinya berfungsi mengiden-tifikasi, melakukan investigasi dan menyusun program-program kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Diharapkan dengan adanya komite ini masalah penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dapat ditangani dengan baik, dan program-program yang tersusun dapat mengantisipasi atau mencegah terjadinya permasalahan kesehatan kerja RS. Untuk itu beberapa pertanyaan di bawah ini perlu mendapatkan perhatian :

* Apakah tugas, peran dan fungsi dari komite K3 RS tersebut ?

* Seberapa besarkah komite itu nantinya ?

* Siapa saja yang perlu dilibatkan dalam komite ?

* Berapa kali pertemuan dalam komite perlu dilakukan ?

* Apa saja yang perlu didiskusikan dalam pertemuan tersebut ?

* Laporan apa saja yang perlu disampaikan ? kepada siapa disampaikan ?

* Dll

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa advokasi, sebagai sebuah alat, dapat digunakan untuk membuat perubahan, baik perubahan sikap, perilaku maupun kebijakan. Untuk dapat melakukan advokasi yang baik, diperlukan data-data yang valid, yang bisa didapatkan melalui surveilans. Hasil surveilans tersebut dapat digunakan sebagai dasar pembentukan komite K3 RS yang tugas pokoknya adalah mengatasi masalah-masalah kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit. Untuk itu semua diperlukan motivasi yang tinggi dan kesabaran, karena bukan tidak mungkin banyak hambatan yang akan dihadapi, mengingat selama ini K3RS belum men-dapatkan prioritas yang seharusnya.

Read More..

Rabu, 28 Oktober 2009

PERUBAHAN PERILAKU DALAM PROMOSI KESEHATAN

Ilmu perilaku adalah suatu ilmu multidispliner. Maksudnya pengkajian ilmu perilaku itu menyangkut banyak aspek yang dikaji/ditinjau dari berbagai macam ilmu. Hal ini wajar karena perilaku merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik. Setidaknya ada tiga kelompok ilmu yang mempelajari perilaku, yaitu ilmu social, antropologi dan psikologi.Objek atau sasaran ilmu perilaku adalah perilaku manusia(humanbehavior).
Pengertian perilaku menurut Soekidjo & Sarwono, dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir, bersikap, berpersepsi, dll) untuk memberikan responsi terhadap situasi di luar subjek tersebut. Respon ini dapat bersikap pasif (tanpa tindakan) dan dapat bersifat aktif (tanpa tindakan). Bentuk operasionalisasi dari perilaku dikelompokkan menjadi 3 jenis:
1) Perilaku dalam bentuk Pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar;
2) Perilaku dalam bentuk Sikap, yakni tanggapan bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek;
3) Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkret, berupa perbuatan (action) terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Ahli psikologi social Sears, at.al, (1985), mengemukakan empat pendekatan dalam memahami proses terbentuknya perilaku social, yaitu:
1) Pendekatan Biologis, yang melihat perilaku sebagai karakteristik bawaan atau mekanisme fisiologis,
2) Pendekatan Belajar, yang melihat perilaku sebagai refleksi dari apa yang pernah dipelajari seseorang di masa lalu,
3) pendekatan insentif, yang melihat perilaku sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan dan memperkecil kerugian,
4) Pendekatan Kognitif, yang melihat perilaku sebagai sesuatu yang terutama ditentukan oleh persepsi seseorang terhadap situasi social di sekitarnya.
Ahli antropologi Suparlan (1986), melihat terbentuknya perilaku individu sebagai totalitas atau resultan dari tiga buah komponen internal diri manusia yang secara bersama-sama membentuk perilaku manusia, yaitu:
1) adanya kebutuhan individu pada saat tertentu;
2) adanya upaya individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
3) adanya pengethauan kebudayaan yang dimiliki individu sebagai warga negara/masyarakat, yang diperoleh melalui proses belajar dari lingkungannya sejak ia dilahirkan, kemudian secara selektif dipergunakannya sebagai kerangka rujukan untuk menginterprestasikan suatu objek, secara selektif pula dijadikannya acuan untuk bertindak sesuatu terhadap objek tersebut.
Menurut ahli pendidikan, perilaku adalah proses belajar yang menyakitkan, yang mengandung motif atau minat tertentu. Sementara Fishbein & Ajzen (1975), mengemukakan seseorang mempunyai minat untuk berperilaku, tercermin dari hasil analisis sikap dan norma subjektifnya terhadap objek tertentu. Sikap sebagai awal berperilaku belum merupakan tindakan nyata, tetapi merupakan kecendrungan untuk berperilaku.


Promosi kesehatan -> perubahan perilaku yang mendukung peningkatan derajat kesehatan-> kemandirian -> PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
Pemberdayaan masyarakat -> proses pengorganisasian potensi masyarakat dibidang kesehatan sehingga mampu mengatasi dan meningkatkan kesehatannya adalah peran aktif -> kemandirian desa siaga.
Promosi kesehatan adalah Intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku yang kondusif untuk kesehatan => Agar individu, kelompok dan masyarakat mempunyai perilaku yang positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan.

Perilaku Kesehatan :
-kegiatan / aktivitas organisme
-Tindakan/aktivitas manusia : berjalan, bicara, menangis, tertawa, belajar, kuliah,dsb
-Kegiatan/aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung dan tidak langsung
-Respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku Kesehatan :
Pendidikan / promosi kesehatan / penyuluhan kesehatan => Respon seseorang terhadap stimulus / objek yang berkaitan dengan dengan sakit & penyakit, sistem pelayanan kesehatan, gizi dan lingkungan

Perilaku kesehatan : Perilaku pemeliharaan kesehatan
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
Perilaku kesehatan lingkungan
Promosi Kesehatan & Perilaku
Promosi kesehatan merupakan penunjang bagi program kesehatan lain
Promosi kesehatan merupakan proses peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan yang disertai dengan upaya memfasilitasi perubahan perilaku
Merupakan program kesehatan yang dirancang untuk membawa perbaikan / perubahan dalam individu, masyarakat dan lingkungan

Peran Promosi kesehatan
1.Kampanye melalui media massa elektronik, website, cetak dan pameran.
2.Pemantapan jejaring kemitraan.
3.Mengembangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) disemua tatanan.

Contoh promosi kesehatan yang dapat merubah perilaku seseorang :
1.Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2.Balita di berikan ASI.
3.Timbang balita.
4.Rumah bebas jentik.
5.Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
6.Tersedia air bersih.
7.Tersedia jamban.
8.Makanlah dengan gizi seimbang.
9.Lakukan aktifitas fisik setiap hari.
10.Jangan merokok.

Untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat dilakukan upaya-upaya berupa intervensi terhadap :
1. lingkungan; sanitasi lingkungan, program pendidikan, perbaikan sosial ekonomi
2. perilaku ; pendidikan kesehatan
3. pelayanan kesehatan; perbaikan manajemen dan sistem pelayanan kesehatan
4. hereditas; perbaikan gizi masyarakat

Intervensi terhadap perilaku :
1. Tekanan ;peraturan, undang-undang, instruksi, tekanan, sanksi. Dll
Tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran
2. Pendidikan (education) ; dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan kesadaranCocok untuk pembinaan & peningkatan perilaku kesehatan masyarakat

Read More..

Kamis, 22 Oktober 2009

PROMOSI KESEHATAN PADA REMAJA

PROMOSI KESEHATAN PADA REMAJA

Pengertian

Promosi kesehatan menurut WHO adalah suatu proses yang memungkinkan individu untuk meningkatkan kontrol dan mengembangkan kesehatan mereka.

Promosi kesehatan (Pender, 1996) adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan kesehatan individu dan mewujudkan potensi kesehatan individu.

Sedangkan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan I yang diadakan di Ottawa, Kanada, menghasilkan sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Piagam Ottawa. Dalam piagam ini tertera strategi dalam meningkatkan kontrol masyarakat terhadap kesehatan diri mereka sendiri. Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal.

Promosi kesehatan (pender, 1996) adalah pemberian motivasi untuk mencegah timbulnya penyakit, deteksi dini, menjaga keseimbangan fungsi tubuh dengan membatasi adanya penyakit.

Selama 20 tahun terakhir, ada beberapa perbedaan pendapat tentang cara yang terbaik untuk promosi kesehatan. Promosi kesehatan tradisional, dibuat untuk merubah perilaku individu kearah gaya hidup yang lebih sehat dengan cara individu merasa nyaman dengan lingkungannya (Gillies, 1998)

Promosi kesehatan menggunakan pendekatan pada klien sebagai pusat dalam pemberian pelayanan dan membantu mereka untuk membuat pilihan dan keputusan.
Istilah “promosi kesehatan” merupakan suatu payung dan digunakan untuk menggambarkan suatu rentang aktivitas yang mencakup pendidikan kesehatan dan pencegahan penyakit (Gillies,


Ada tiga tingkatan dari pendidikan kesehatan menurut Gillies:
Primary Health education, tujuannya tidak hanya mencegah perubahan kesehatan tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan, dengan demikian kualitas hidup, nutrisi, kontrasepsi dan hubungan seksual secara aman, dan pencegahan kecelakaan dengan menggunakan helm.
Secondary health education, tujuannya adalah untuk membantu individu dengan masalah kesehatan yang reversible untuk menyesuaikan dengan gaya hidupnya, contohnya berhenti merokok,merubah kebiasaan makan dan olahraga Tertiary health education, tujuannya untuk membantu individu yang sakit dan tidak sembuh total sehingga mereka dapat melewati hidup dengan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Contohnya anak yang menderita asma, epilepsi, bronchitis kronik dan kanker.

REMAJA
Remaja didefinisikan sebagai:

  1. Masa peralihan dari anak-2 menuju dewasa
  2. Umumnya antara usia 10-19 tahun
  3. Merupakan periode kematangan seksual yang merubah anak secara biologi menjadi dewasa yang memiliki kemampuan bereproduksi
  4. Merupakan perkembangan psikologi dan sosio-ekonomi.
  5. Dengan kata lain merupakan periode transisi, tumbuh, kembang dan “kesempatan”


Perkembangan seksual pada remaja (Fundamental of Nursing , Potter & Perry. 2005) :
a.Perubahanfisik
1) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda umur 8-10 th.
2) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat rangsangan.

3) Menarke sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan avulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama.


b.Perubahanpsikologis/emosi
1) Periode ini ditandai oleh mulainya tanggungjawab dan asimilasi pengharapan masyarakat
2) Remaja dihadapkan pada pengambilam sebuah keputusan seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual.

3) Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehmilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehati-hatian.
4) Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian.
5) Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai homoseksual yang jelas akan merasa dan kebingungan sehingga membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan Konselor, penasihet spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan mental).


c. Perkembangan Psikologi dan Kognitif Selama Remaja

Pertama-tama piaget menggambarkan transisi dari konkrit ke pemikiran oparasional formal sebagai peristiwa pada tahun awal dan pertengahan remaja. Walaupun ada variasi besar,sebagian perkembangan bakat anak muda untuk berfikir abstrak antara usia 12 – 16 tahun. Sebelum bakat ini tumbuh ,anak muda mempunyai kesulitan untuk mengaplikasikan prinsip umum untuk membedakan situasi dan menilai kenyataan dan rencana untuk masa depan. Ini kontras,pemikiran operasional formal termasuk kapasitas untuk berfikir abstrak,misalnya ide dan pemikiran. Tugas perkembangan ini adalah masa transisi dari pemikiran yang konkrit. Akhirnya ,tugas-tugas psikososial remaja menjadi harus betul-betul dipertimbangkan.

Masalah kesehatan pada remaja :

1. Masalah jerawat 85% dialami remaja dan diketahui merupakan masalah kesehatan yang serius yang menyertai remaja.

2. Rokok

3. Penggunaan obat dan kekerasan (penggunaan obat-obat medis, perangsang, obat tidur, dan penenang)

4. Penggunaan psikotropika

5. Nutrisi (kekurangan nutrisi atau kegemukan)

6. Gangguan makan (anoreksia nervosa,bulimia nervosa,fitnes dan latihan fisik)

7. Stress (gejala fisik yang dapat mempengaruhi pada keadaan kronik atau stress yang extrem. Gejala psikologik misalnya cemas,sedih,gangguan makan,depresi,insomnia,)

8. Pelaksanaan aktivitas seksual.


Remaja melaporkan beberapa alasan untuk melakukan aktivitas seksual yang mana berasal dari dorongan kelompoknya,untuk mencintai dan dicintai,coba-coba serta bersenang-senang (Murray & Zentner,1997). Bagaimanapun juga beberapa remaja tidak dapat mengambil keputusan atau nilai ,keahlian yang dibutuhkan untuk mengklarifikasi untuk sesuatu hal yang penting di usia muda dan juga menambah pengetahuan dasar tentang kontrasepsi dan PMS.
Sebagai perempuan yang berkembang sesuai usia perkembangan,dan tahapan. Dia menyerupai dengan kondisinya yang berhubungan dengan kondisinya. Semua remaja tertahan percepatan perkembangan karakteristik seksualnya dan juga tidak tercapai tugas perkembangannya,misalnya menunjukkan identitasnya,perkembangan seksual yang lebih disukai,emansipasi dari keluarga dan menunjukkan tujuan pengasuh.


Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada anak dan remaja perempuan

Anak dan remaja membutuhkan edukasi akurat dan komprehensif tentang seksualitas untuk praktik perilaku seksual sebagai orang dewasa. Kini, eksploitasi atau risiko aktivitas seksual mungkin menjadi masalah kesehatan dan social seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual meliputi HIV/AIDS.

Survey terbaru department kesehatan dan pelayanan social menemukan penurunan aktivitas seksual pada remaja usia 15-19 di USA. Anak lebih banyak melakukan aktivitas seksual dini meliputi anak dengan masalah belajar atau rendah secara akademik, anak dengan soaisl lainnya, masalah perilaku atau emosional (mencakup kelainan mental dan kekerasan substance) biasanya ini berasal dari keluarga golongan ekonomi lemah.


Sumber, isi dan efektifitas program pendidikan seksual

Kelas pendidikan seksual telah menjadi kurikulum rutinitas pada sekolah menengah pertama dan atas di beberapa negara bagian. Pendidikan kesehatan juga sebagai komponen komunitas – target program dasar pencegahan pada ibu hamil,pencegahan kekerasan,penurunan kekerasan,perkembangan anak muda.atau pelayanan kesehatan reproduksi. Perawat juga bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan seksual pada anak dan remaja sebagai bagian dari pencegahan penyakit. Tidak semua sekolah memiliki instruksi dasar dan peraturan tentang kelas pendidikan seksual.


Strategi untuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada anak dan remaja perempuan
1. Letakkan pendidikan seksual dalam tatanan kehidupannya
2. Menganjurkan untuk menawarkan pendidikan seksualitas dan topik tentang seks yang berhubungan issue saat ini
3. Menyediakan pendidikan seksualitas dengan mempercayai dan mengakui pasien sebagai individu dan isu serta nilai dalam keluarga.
4. Khusus menyediakan,kepercayaan,budaya sensitif dan konseling yang tidak ternilai tentang isu penting seksualitas (konseling umum,pencegahan kehamilan tidak diinginkan,strategi pencegahan penyakit menular HIV/AIDS)
5. Menyediakan konseling yang tepat atau pencerahan-pencerahan pada anak dan remaja dengan isu khusus dan jadi perhatian (Gay, lesbian, biseksual anak muda)
6. Pelayanan ginekolgi rutin disediakan untuk remaja putri yang menjalani perilaku seksual. Skrining untuk kanker serviks dan PMS akan diberikan pada perempuan yang menjalani seksual aktif.
7. Menjadikan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan seksual disekolah,institusi keagamaan,dan komunitas lainnya.
8. Bekerja sama dengan perencana masyrakat (LSM) untuk meningkatkan strategi yang menyeluruh untuk menurunkan kejadian perilaku seksual yang tidak aman dan hasil yang merugikan.

Perilaku Kesehatan Yang Beresiko Dan Tindakan Pencegahan Pada Remaja Perempuan
1. Beberapa remaja menggunakan perilaku yang beresiko agar dapat menampakkan kesehatan mereka. Kasus kematian terbanyak pada remaja adalah kecelakaan yang tidak disengaja. Sekitar 80% semua kecelakaan motor,yang kedua bunuh diri, ketiga kematian karena neoplasma,cardiovaskuler dan penyakit kongenital. Dari beberapa ada satu dari empat remaja juga beresiko tinggi terhadap tindakan kekerasan, PSM, kehamilan tidak disengaja, kekerasan antar sesama dan tekanan disekolah.
2. Pada 1992,An American Medical Association interdisciplinary expert panel developed the Guidelenes for adolescent preventive services. Termasuk sebuah tambahan dari bagian ini. Petunjuk GAPS merupakan sebuah rekomendasi untuk membantu perawatan pertama organisasi penyedia dan pengirim pelayanan pencegahan komprehensif pada remaja.. rekomendasi GAPS ditujukan pada organisasi pelayanan,peningkatan gaya hidup yang sehat,skrining fisik,emosi dan masalah tingkah laku dan imunisasi.. tujuan GAPS adalah untuk membuat semua kunjungan klinik bagian pengalaman peningkatan kesehatan.


Kondisi Kesehatan Yang Ditampilkan Remaja
Remaja putri yang peduli sistem perawatan kesehatan biasanya melakukan skrining (pap smear dimulai pada usia 18 atau ketika sudah mulai melakukan aktivitas seksual). Masalah ginekology sering disamakan dengan mens (perdarahan yang tidak teratur atau dimenore),vaginitis atau leukorea,PMS,kontrasepsi dan kehamilan).
Kehamilan pada remaja : kehamilan pada remaja usia 16 tahun atau remaja sering diperkenalkan stress tambahan pada periode yang penuh dengan stress.

Petunjuk Antisipasi Untuk Promosi kesehatan & Pencegahan Penyakit

Pender (1996) menggambarkan peningkatan kesehatan sebagai motivasi untuk menjadi keadaan sejahtera dan potensial kesehatan aktual. Pencegahan adalah menghindari kesakitan,mendeteksi dini,pemeliharaan fungsi yang optimal ketika datang keadaan sakit.
Perawat mempunyai kesempatan dan tanggung jawab besar untuk membantu ketidakmengertian wanita terhadap faktor resiko dan untuk memotivasi mereka untuk menerima gaya hidup yang sehat dalam mencegah penyakit.
Nutrisi, latihan,managemen stress,berhenti merokok,pembatasan konsumsi alkohol,masa skrining sendiri,pelaksanaan,terapi hormone tambahan,issue seksual.


Level pencegahan penyakit pada anak dan remaja perempuan:

Primary prevention: immunisasi lanjutan (Vaksin HPV) atau pendidikan kesehatan/konseling tentang nutrisi, rokok, sexual education, alcohol, managemen stress.

Secondary prevention: Screening test ; pemeriksaan payudara sendiri sejak anak mulai mendapatkan mestruasi, pap smear bagi remaja yang telah melakukan hubungan seksual aktif, tes kolesterol, pemeriksaan Hb

Tertiary prevention: pendidikan pada pasien untuk menurunkan kondisi sakit dan megoptimalkan kemampuan yang dimiliki, misalnya mengoptimalkan kemampuan anak yang menderita kanker.


MASALAH-MASALAH YANG LAZIM TERJADI PADA REMAJA

NARKOTIKA

Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya

ABORSI

Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar secara mandiri ( Munajat, N.,2000). Aborsi atau pengguguran berbeda dengan keguguran atau keluron (bahasa jawa). Aborsi adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja ( abortus provokatus ), yakni kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan yang berhenti karena faktor – faktor alamiah atau disebut abortus spontaneous (Hawari, D., 2006). Aborsi merupakan semua upaya atau tindakan yang dimaksudkan untuk menghentikan kehamilan, baik dilakukan melalui pertolongan orang lain sepeti dokter, dukun bayi, dukun pijat dan sebagainya, maupun dilakukan sendiri dengan cara meminum obat-obatan atau ramuan tradisional (Wiknjosastro, Gulardi dalam Ulfah,M. dan Ghalib,A., 2004). Namun tindakan aborsi tersebut mengandung risiko yang cukup tinggi, apalagi bila dilakukan tidak sesuai dengan standard profesi medis (Munajat, N.,2000).Aborsi seperti itu dapat menyebabkan infeksi disertai dengan perdarahan bahkan kematian. Risiko tersebut akan lebih tinggi bila terjadi pada usia remaja dan juga akan berdampak pada kesehatan reproduksinya. Aborsi pada usia remaja terjadi antara lain karena kehamilan diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Akibat dorongan yang mendesak untuk mengakhiri kehamilan tersebut sejumlah remaja tanpa memikirkan risiko yang ditimbulkan, memilih aborsi sebagai pilihan terakhirnya (Dianawati,, 2003).

Kesehatan reproduksi remaja telah menjadi isu global. Hampir seluruh Negara menjadikan masalah ini sebagai salah satu program utama. Berdasarkan data, kondisi kesehatan reproduksi remaja cenderung menurun dan aborsi dikalangan remaja cenderung meningkat (Purbaningsih, 2004). Dr. Boyke Dian Nugraha, Sp. OG., MARS berpendapat bahwa aborsi di Indonesia tercatat sebanyak 2,3 juta kasus setiap tahun. Dari jumlah itu, sekitar 15% sampai 30% dilakukan oleh remaja (Anonymus, 2005). Sedangkan angka kejadian aborsi di Surabaya khususnya tidak dapat diketahui secara pasti, karena tidak ada lembaga atau institusi yang dapat melaporkannya. Kejadian aborsi ini menjadi salah satu penyebab tingginya AKI. SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa aborsi berkontribusi sebesar 11% terhadap kematian ibu di Indonesia. Bahkan menurut Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH diperkirakan prosentase tersebut bisa mencapai 30 – 50 % (PKBI, 2004).

Sekarang ini, banyak terdengar kasus – kasus aborsi yang dilakukan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab. Berita – berita yang memuat kasus aborsi illegal yang dilakukan oleh tenaga dpkter ternyata masih banyak dilakukan (Dianawati, 2003). Padahal Kodeki memberikan pedoman bahwa dokter tidak boleh melakukan aborsi, sebab dokter Indonesia harus melindungi makhluk insani sejak pembuahan sampai dengan kematiannya. Berdasarkan UU Kesehatan no.23 tahun 1992, aborsi hanya bisa dilakukan kalau ada indikasi medis sebagai satu – satunya upaya menyelamatkan nyawa ibu. Sehingga praktik aborsi yang selama ini berlangsung sebenarnya adalah praktik ilegal (Kusmaryanto, 2004). Aborsi ilegal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan perempuan tentang kesehatan reproduksi (Dianawati, 2003).Dengan minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja, kerap terjadi penyalahgunaan fungsi seksual. Hanya mengejar kenikmatan sesaat, tidak sedikit dari mereka berani malakukan hubungan seksual. Tidak heran kini banyak permasalahan yang datang menyertainya, termasuk semakin beragamnya penyakit menular seksual (PMS) dan aborsi (Anonymus, 2005).

Oleh karena itu perlu adanya pendidikan dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang benar di kalangan remaja. Termasuk tentang seksualitas, organ reproduksi, kehamilan, dsb. Dalam kasus ini juga diperlUkan adanya informasi yang benar di kalangan remaja tentang aborsi.

Ada 2 macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:

1. Risiko kesehatan fisik dan mental.

2. Risiko gangguan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku Facts of Life a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
e. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
f. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
g. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i. Kanker hati (Liver Cancer)
j. Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
l. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

GANGGUAN MENTAL YANG TERJADI Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut:
a. Kehilangan harga diri (82%)
b. Berteriak-teriak histeris (51 %)
c. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
d. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

.

HIV/AIDS

HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :

  1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
  2. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian(seperti pecandu Narkoba)
  3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
  4. Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)

Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS :

  1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
  2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
  3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
  4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
  5. Dimensia/HIV ensefalopati

Gejala minor :

  1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
  2. Dermatitis generalisata yang gatal
  3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
  4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :

  1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
  2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama
  3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik

Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia memang terus meningkat. Kalau bulan Desember 2003 disebutkan ada 2.720 kasus HIV dan 1.371 kasus AIDS atau total 4.091 kasus, maka sampai dengan Juni 2004 dilaporkan total kasus HIV/AIDS sudah menjadi 4.389, terdiri dari 2.864 kasus HIV dan 1.525 AIDS.

Kasus HV/AIDS di kalangan remaja diperkirakan sebagian besar terjadi dari proses berbagi jarum suntik di antara pengguna obat-obatan terlarang, termasuk narkoba ataupun NAPZA. Dari 4.389 kasus HIV/AIDS di Indonesia seperti disebut di atas, 1.392 kasus atau 31,7 persen adalah kelompok usia 15-29 tahun, terdiri dari kelompok usia 15-19 sebanyak 176 kasus dan kelompok usia 20-29 tahun 1.225 kasus

  1. Melakukan segala bentuk hubungan seks penetratif dengan orang yang terinfeksi tanpa menggunakan kondom secara benar pada saat yang tepat;
  2. Berbagi jarum suntik atau benda tajam lain dengan orang yang terinfeksi HIV dalam penggunaan obat secara intravena;
  3. Menerima darah (melalui transfusi) dari orang yang terinfeksi;
  4. Menato atau menindik tubuh dengan menggunakan benda tajam yang terkontaminasi oleh virus.

5. Saat terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan wkt

5-10 tahun untuk sampai ke tahap yang disebut

sebagai AIDS.

6. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela.

7. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV+ ini maka keadaan fisik ybs tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa.

8. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini ybs sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah.

9. 75-85 % Penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10 % diantaranya melalui hubungan homoseksual)

10. 5-10 % akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik)

11. 3-5 % melalui transfusi darah yang tercemar

12. 90 % infeksi pada bayi dan anak terjadi dari Ibu yang mengidap HIV

13. 25-35 % bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV

14. Rasa lelah berkepanjangan

15. Sesak nafas dan batuk berkepanjangan

16. Berat badan turun secara menyolok

17. Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas

18. Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker kulit)

19. Sering demam (lebih dari 38 °C) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas

20. Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang lain

BAGAIMANA MENCEGAH AIDS

1. Tidak berganti-ganti pasangan seksual

2. Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang diulang

3. Dengan formula A-B-C

ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah

4. BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja

5. CONDOM artinya pencegahan dengan menggunakan alat.

Orang Tua

1. Harus dapat memberikan pendidikan agama dan moral yang baik bagi anak-anaknya.

2. Harus mampu memberikan informasi yang cukup tentang kesehatan reproduksi remaja

3. Dapat memberikan kesempatan bagi anak-anaknya untuk mengeluarkan pendapat dan bukan hanya menuntut anak-anaknya untuk menuruti keinginan mereka

Dapat membantu anak-anaknya untuk membangun konsep diri yang sehat, sehingga sang anak tidak mudah terbawa arus negatif dari lingkungan,

Harus dapat terbuka dalam membicarakan masalah-masalah kesehatan reproduksi. jika orang tua tidak bersikap terbuka dalam membicarakan masalah ini, maka remaja akan bertanya kepada orang lain dan informasi yang didapat dari orang lain ini belum tentu benar.

Orang tua hendaknya jangan hanya menuntut, tapi juga harus berusaha mengerti keadaan anak-anaknya. Harus dapat memberikan kesempatan yang sama bagi anak laki-laki dan perempuan.

Tidak segan-segan meminta maaf pada anak bila orang tua melakukan kesalahan. Orang tua tidak akan pernah luput dari kesalahan, dengan meminta maaf, maka remaja akan merasa lebih dihargai.

Tidak bersikap menggurui dan menganggap bahwa orang tua tahu segalanya dan anak tidak tahu apa-apa, karena sebenarnya orang tua belum tentu lebih pintar dari anaknya, tapi mereka lebih dulu tahu.

Pendidik

1. Harus dapat menjadi panutan bagi anak didiknya

2. Harus menguasai tentang masalah kesehatan reproduksi remaja

Dapat menjadi teman diskusi yang baik, bukan hanya menyalahkan dan menakut-nakuti. Pendidik yang baik harus dapat menjadi mitra diskusi remaja yang baik sehingga remaja merasa nyaman untuk membicarakan masalahnya kepada pendidik.

Khususnya untuk guru agama, jangan memberi informasi mengenal kesehatan reproduksi dengan cara menakut-nakuti. Jangan hanya menghubungkan hal tersebut dengan 'dosa', tetapi juga harus bisa menjelaskan mengapa hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang agama, Misalnya dalam membicarakan tentang hubungan seks pranikah, pendidik hendaknya tidak hanya menakut-nakuti hal itu sebagai perbuatan berdosa, tapi juga harus dapat menjelaskan keterangan dibalik itu yaitu bahwa manusia adalah mahluk Tuhan yang paling tinggi, yang dibekali oleh akal budi dan mempunyai aturan hidup sehingga apabila kita melakukan hubungan seks di luar pernikahan, berarti kita sama rendahnya dengan binatang yang tidak berakal budi dan tidak mempunyai aturan

Pendidikan kesehatan bagi anak dan remaja perempuan :

  1. Pada usia sekolah dini, anak harus diberikan informasi untuk berhati-hati terhadap potensi adanya penganiayaan seksual. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anak antara lain:
  2. Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang baik dengan sentuhan
    yang buruk dari orang dewasa.
  3. Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan fisik oleh dokter.
  4. Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’ jika merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang dewasa dan menceritakan kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.

  5. Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu ’benar’, dan semua orang mempunyai kontrol terhadap tubuh mereka, sehingga ia dapat memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh untuk memeluknya.
  6. Jika terjadi pelecehan seksual pada anak, beberapa hal yang perlu diperhatikan:
    - Ciptakan kondisi sehingga anak merasa leluasa dalam menceritakan tentang bagian tubuhnya dan menggambarkan kejadian dengan akurat.
    - Yakinkan anak bahwa orang dewasa yang melakukannya adalah salah, sedangkan anaknya sendiri adalah benar.
    - Orang tua harus bisa mengkontrol ekspresi emosional didepan anak (Perry & potter, 2005)
    Pada usia remaja, informasi faktual tentang seksual dan aktivitas seksual sangat penting tetapi lebih penting dengan bimbingan tentang penilaian diri atau sistem kepercayaan untuk digunakan sebagai kerangka kerja untuk mengambil keputusan. Lingkup kesehatan keluarga merupakan bagian yang paling baik untuk memberikan pendidikan kepada anak dan remaja. Orangtua perlu memahami pentingnya pemebrian informasi, berbagai nilai yang dianut dalam keluarga, dan meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan. Remaja akan membuat keputusan utnuk dirinya sendiri dan harus bertanggung jawab terhadap keputusannya (Gilles, 1998)
    Pada masa ini remaja mungkin pertama kali mencari perawatan kesehatan tanpa didampingi orangtua. Agar intervensi pada kelompok usia ini bisa efektif harus diperhatikan beberapa hal antara lain:



1. Ciptakan lingkungan yang menunjukan kasih sayang, saling percaya, serta kesediaan untuk mendengar

2. Klarifikasi dan hormati masalah yang bersifat rahasia

3. Perawat kesehatan reproduktif hendaknya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai perkembangan remaja.

Read More..

Senin, 12 Oktober 2009

SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA DAN DI DUNIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kcmampuan hidup sehat bagi semua orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), umur harapan hidup dan angka kematian balita (Depkes Rl, 1991). OIeh karena itu, persalinan ibu hams mendapatkan fasilitas dan partisifasi seperti tenaga profesional, pelayanan kesehatan, partisipasi masyarakat setempat dan lainnya.
Kematian ibu atau kematian maternal saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sangat penting. Tingginya angka kematian maternal mempunyai dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat (L. Ratna Budiarso et al, 1996). Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang sama dan keluarganya bercerai berai (L. Ratna Budiarso et al, 1990). Oleh karena itu angka kematian maternal dapat digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat, khususnya indikator kesehatan ibu.
Angka kematian maternal di Indonesia dewasa ini masih tinggi. Menurut data SKRT tahun 2001, 90 % penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28 % diantaranya terjadi pendarahan dimasa kehamilan dan persalinan.(Resty K. 2000)
Apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara maju, maka angka kematian ibu/maternal di Indonesia adalah sekitar 3-6 kali AKI negara ASEAN dan lebih dari 50 kali AKI negara maju (Anonimus, 1996/1997).
Pola penyakit penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik langsung dan didominasi oleh trias klasik, yaitu perdarahan (46,7 %), toxemia (14,5%) dan infeksi (8%). Kasus perdarahan yang paling banyak adalah perdarahan postpartum akibat uri tunggal, sedangkan infeksi umunya merupakan komplikasi akibat ketuban pecah dini, robekan jalan lahir, persalinan macet serta perdarahan (Sarimawar Djaja et al, 1997). Faktor yang turut melatar belakangi kematian maternal adalah usia ibu pada waktu hamil tcrlalu muda ( <> 35 tahun), jumlah anak terlalu banyak (> 4 orang) dan jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun (Depkes RI, 1994).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilihat masih tingginya angka kematian ibu dan bayi. Maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan kematian ibu pada saat hamil, bersalin dan nifas serta factor-faktor yang menyebabkan kematian bayi pada bulan pertama hingga tahun pertama dilahirkan.

1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi kematian ibu dan bayi.
2. Mengetahui penyebab kematian ibu dan bayi.
3. Mengetahui tingkat kematian ibu dan bayi.
4. Mengetahui strategi untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

1.4 Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan kematian ibu dan bayi.
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan kematian ibu dan bayi serta upaya-upaya untuk menurunkannya.
3. Memahami keberadaan fasilitas dan tenaga kesehatan dapat menurunkan kematian ibu dan bayi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kematian Ibu
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dalam ICD X mendefinisikan kematian ibu sebagai kematian wanita saat hamil sampai 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung pada umur kehamilan dan letak kehamilan di dalam atau di luar kandungan disebabkan oleh kehamilannya atau kondisi tubuh yang memburuk akibat kehamilan atau disebabkan oleh kesalahan dalam persalinan, tetapi tidak termasuk kematian yang disebabkan oleh kecelakaan dan kelalaian (Sarimawar Djaja et al, 1997).

2.2 Definisi Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

2.3 Sejarah Kematian Ibu
Penurunan angka kematian ibu berkaitan dengan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang professional. Seperti halnya negara maju yang memiliki tenaga maju yang memiliki tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan yang terorganisasi dengan baik dan terjangkau oleh masyarakat. Masalah yang dihadapi Negara berkembang adalah keraguan tentang keakuratan data tentang kematian ibu yang dikumpulkan.

Sejarah Angka kematian Ibu di Negara Maju
London, seorang pelopor penurunan angka kematian ibu menyimpulkan bahwa penurunan angka kematian ibu berhungan dengan peningkatan jumlah persalinan yang ditolong oleh bidan dan peningkatan standar kebidanan. Penurunan angka kematian ibu jauh lebih ditunjukan pada faktor – faktor yang berhubungan khusus dengan persalinan dibandingkan dengan faktor – faktor yang berhubungan dengan sebab lain.


• Swedia
Pada awal tahun 1751, Komisi Kesehatan Swedia secara langsung memberikan perhatian terhadap pencegahan kematian ibu. Hal ini dilakukan setelah pengamatan bahwa sekurang – kurangnya 400 dari 651 kasus kematian ibu per tahun dapat diselamatkan bila tersedia bidan dalam jumlah cukup untuk menolong persalinan.
Para ahli kesehatan masyarakat mulai melatih bidan untuk memastikan bahwa semua persalinan di rumah dapat ditangani oleh tenaga kerja berkualitas. Pelatihan bidan ternyata berjalan sangat lambat. Keberhasilan akhirnya berjalan cepat setelah dikeluarkannya kebijakan politis untuk mengatasi masalah kematian ibu.
Pada tahun 1861 jmulah persalinan yang ditolong bidan meningkat menjadi 40% dan meningkat lagi menjadi 78% pada tahun 1900, dan diikuti penurunan jumlah persalinan oleh dukun dari 60% pada tahun 1861 menjadi 18% pada tahun 1900. Pada masa itu mayoritas persalinan dilakukan di rumah. Ternyata bertambahnya cakupan persalianan yang ditolong oleh bidan, baik di rumah maupun di rumah sakit, langsung diikuti dengan penurunan angka kematian ibu.
Mulai tahun 1928, para bidan terlatih mempraktekkan teknik persalinan yang modern, dan diizinkan untuk menggunakan forsep dan alat untuk kraniotomi. Kegiatan para bidan disupervisi oleh dokter kesehatan masyarakat setempat, yang dapat dipanggil jika bidan menghadapi kasus – kasus komplikasi yang serius. Dokter tersebut juga bertanggung jawab atas pelaporan hasil pelayanan.
Pada akhir tahun 1870, terjadi penurunan angka kematian ibu secara drastic setelah ditemukan dan diterapakannya teknik steril. Pada tahun 1881, para bidan memanfaatkan teknik tersebut pada pertolongan persalinan di rumah sakit. Hal ini menjadikan Swedia sebagai Negara dengan angka kematian ibu paling rendah di benua Eropa pada awal abad ke-20. Dapat disimpulkan bahwa kebersilan Swedia disebabkan oleh perubahan penolong pesrsalinan kea rah profesionalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Depkes RI-FKM UI 2005)


• Jepang
Keberhasilan Jepang hampir sama dengan Swedia. Panurunan angka kematian ibu berlangsung cepat dan stabil pada akhir tahun 1930-an. Seperti halnya Swedia. Keadaan tersebut terutama disebabkan oleh keprofesonalisasi pertolongan persalianan di rumah.


• Amerika Serikat
Turunnya angka kematian ibu di Amerika Serikat lebih lambat dari Swedia disebabkan oleh perkembangan informasi, baru tersedia sejak 1900 dan juga bidan, umumnya imigran dari benua Eropa, tidak dianggap penting karena besarnya pengaruh dokter ahli kebidanan. Pada masa itu tidak ada dorongan kebijakan yang efektif untuk menurunkan angka kematian ibu, sampai akhirnya masyarakat menyalahkan para ahli kebidanan karena tidak memperhatikan kematian ibu. Namun para ahli kebidanan masih tetap ingin memegang kendali dan metetapkan persalianandi rumah sakit sebagai prioritas dan kebijakan utama. Kebijakan tersebut ternyata tidak dapat menjamin akses perslinana yang berkualitas, bahakan menambahkan kematian akibat keteledoran pelayanan di rumah sakit.


• Inggris
Situasi di Inggris lebih baik dari dibandingkan dengan keadaan di Amerika Seriakat. Informasi telah tersedia sejak pertengahan abad ke-19 tidak seperti Swedia sebelum abad ke-20 Inggris tidak mengeluarkan kebijakan aktif untuk meningkatkan peranan dan profesionalisme bidan. Akibatnya, kemajuan yang dicapai dalam upaya penurunan angka kematian ibu berjalan sangat lambat. London berpendapat bahwa, keterlambatan dalm memerangi angka kematian ibu di Inggris disebabkan oleh tiadanya kebijakan pemerintah yang mendukung . Selain itu, wewenang pengalokasian dana yang diperlukan untuk upaya penurunan angka kematian ibu diserahkan kepada pemerintah daerah, yang sering kali tidak memprioritaskan upaya penurunan angka kematian ibu. Factor lain yang mempengaruhi adalah lambatnya upaya pengembangan bidan karena persaingan keras antara dokter umum dan bidan dalam memperebutkan pasar. (Depkes RI FKM UI 2005)


Sejarah Angka Kematian Ibu di Negara Berkembang


• Amerika Latin
Penurunan angka kematian ibu yang paling awal dan cepat di wilayah ini ternyata dicapai oleh Negara yang mempunyai pelayanan kesehatan yang terorganisasi dengan baik dan terjangkau oleh masyarakat, misalnya di Kuba. Masalah lain yang dihadapi Negara-negara Amerika Latin adalah keraguan terhadap keakuratan tentang kematian ibu yang dikumpulkan. Angka kematian ibu yang tinggi dan menetap ini antara lain berhubungan dengan tidak meratanya akses terhadap pelayanan kesehatan dan undang-undang yang membatasi segala macam bentuk pengguguran kandungan(aborsi).

• Sri Langka dan Thailand
Kedua Negara ini berhasil menurunkan angka kematian ibu. Keberhasilan ini berhubungan dengan penerapan system pelayanan kesehatan pemerintah yang dinilai lengkap dan disediakan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang memanfaatkannya. Hamper semua persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan.


• Malaysia
Penurunan angka kematian ibu di Malaysia cukup pesat yaitu 150 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 1970 menjadi 30 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 1995. Selain akibatnya pesatnya pertumbuhan social ekonomi masyarakat, penurunan angka kematian ibu ini tercapai karena dukungan kebijakan dalam manajemen upaya safe motherhood dan berfungsinya fasilitas pelayanan kesehatan secara baik. Hal ini menghasilkan hubungan erat antara masyarakat dan pelayanan kesehatan pemerintah yang diberikan secara cuma-cuma kepada mereka yang memanfaatkannya.


• Indonesia
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 dan tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa terdapat penurunan AKI dari 390 menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup. Data ini diperoleh dari “Sisterhood Method” suatu metode yang sangat tergantung dari kemampuan responden untuk melaporkan kematian saudara perempuannya maupun dalam menentukan kematian ibu dengan cepat. Penyebab kematian ibu langsung di Inonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partuslama, dan komplikasi abortus. Penyebab kematian langsung tersebut merupakan penyebab kematian ibu terbanyak. Penyakit kematian ibu tidak langsung adalah anemia.(Depkes RI FKM UI 2005).

2.4 Sejarah Kematian Bayi
Di dunia diperkirakan setiap tahun hampir 3,3 juta bayi lahir mati dan lebih dari 4 juta lainnya mati dalam 28 hari pertama kehidupannya. Jumlah terbesar kematian bayi terjadi di wilayah Asia Tenggara (1,4 juta kematian bayi dan 1,3 juta lahir mati). Walupun jumlah keamtian tertinggi terjadi di Asia tapi angka kematian bayi dan angka lahir mati paling besar terjadi di sub-sahara Afrika.
Penyebab utama kematian bayi erat kaitannya dengan kesehatan ibu dan pemeriksaan ibu yang diperoleh sebelum, selama, dan segera setelah melahirkan. WHO memperkirakan dari tahun 1995 hingga 2000 sebagian besar Negara di Amerika, Asia Tenggara, Eropa dan wilayah Barat Pasifik dapat menurunkan angka kematian bayi. Daerah Mediterania Timur kurang dapat menurunkan angka kematian bayi dan sedangkan Afrika justru mengalami angka kematian bayi.
Pengalaman dari Negara-negara maju memperlihatkan bahwa penurunan kematian bayi terutama kematian bayi baru lahir tidak terjadi penurunan secara substansial dalam beberapa tahun apabila penurunan kematian pada bayi yang lebih besar (post-neonatal) dan anak (childhood) telah tercapai. Pada banyak Negara, kematian bayi baru lahir mengalami penurunan lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang lebih tua atau anak.
Sebenarnya penurunan kematian bayi tidak hanya tergantung dari tingginya alokasi dana untuk tekhnologi canggih sebagai contoh Kolombia dan Sri Langka dengan kematian bayi tidak lebih dari 15 kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup. Nikaragua dan Vietnam yang mempunyai angka kematian bayi 17 dan 15 per 1000 kelahiran hidup mengalokasikan dana sekitar US$45 dan US$20 per kapita 1999. Sedangkan negara-negara di Eropa Utara dengan upaya mengurangi resiko kematian akibat persalinan dan pasca persalinan dapat menurunkan angka kematian bayi.

2.5 Penyebab Kematian Ibu
Secara garis besar penyebab kematian ibu dapat dikategorikan dalam penyebab langsung dan tidak langsung (WHO, 1998):
1. Penyebab langsung (Direct obstetric deaths), yaitu kematian ibu yang langsung disebabkan oleh komplikasi obstetric pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang disebakan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang terjadi akibat-akibat tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil,bersalin atau nifas, seperti perdarahan, toxemia dan infeksi.
2. Penyebab tak langsung (Indirect Qbstetric deaths), yaitu kemajian ibu yang disebabkan oleh penyakit yang bukan komplikasi obstetri,yang berkembang atau bertambah berat akibat kehamiian, persalinan dan nifas.
Sarimawar Djaja dkk (1997) melaporkan bahwa 84% kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetrik langsung dan di dominasi oleh tiga sebab utama (trias klasik), yaitu perdarahan (46,7%), toxemia (14,5 %) dan infeksi (8%).
Kematian ibu akibat perdarahan dapat disebabkan oleh perdarahan antepartum, perdarahan post partum, kehamiian ektopik, perdarahan akibat robekan rahim dan abortus (Erika Royston dan Sue Amstrong, 1994).
Kematian ibu akibat toxemia (keracunan kehamilan) dapat terjadi karena pre-eklampsi dan eklampsi.
Kematian ibu akibat infeksi dapat terjadi karena tractus genitourinarius (infeksi saluran genital), baik setelah persalinan atau pada saat masa nifas. Infeksi ini dapat terjadi oleh berbagai cara, antara lain melalui penolong persalinan yang tangannya tidak bersih dan menggunakan instrumen yang kotor, memasukkan benda asing ke vagina selama persalinan seperti jamu/ramuan.
Selain trias klasik penyebab lain dari kematian ibu adalah ketuban pecah dini, uri tunggal tanpa perdarahan, robekan jalan lahir, persalinan macet (biasanya karena tulang panggul ibu terlalu sempit) dan ruptura uteri serta psikosis masa nifas (Sarimawar Djaja, 1997).
Penyebab tak langsung kematian ibu meliputi penyakit-penyakit sistim sirkulasi saperti emboli (segala sesuatu yang menyebabkan tersumbatnya penibuluh darah), penyakit saluran pernafasan, infeksi dan parasit, terutama akibat penyakit menular seksual, dan anemia. (Erika Roystone &, Sue Amstrong , 1994; Sarimawar Djaja et al, 1997).


Departemen Kesehatan RI (1994) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dalam 3 faktor, yaitu :


• Faktor medik
Beberapa faktor medik yang melatarbelakangi kematian ibu adalah faktor resiko tinggi (high risk group), yaitu primigravida (umur <> 35 tahun), jumlah anak > 4 orang dan jarak persaiinan terakhir <>


• Faktor non medik
Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal adalah kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal, terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamiian resiko tinggi, ketidakberdayaan sebagian besar ibu-ibu hamil di pedesaan dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk dan membiayai biaya transportasi dan, perawatan di rumah sakit.

• Faktor pelayanan kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang memicu tetap tingginya angka kematian maternal adalah belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan kelompok resiko, masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah oleh dukun yang tidak mengetahui tanda-tanda bahaya.

2.6 Penyebab Kematian Bayi
Bayi yang berumur di bawah 1 tahun meliputi 2,5 persen dari seluruh penduduk, tetapi kematian bayi mencapai 27 persen dari kematian semua golongan umur. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahuu 1986 di 7 provinsi menunjukkan bahwa 4 penyebab kematian utama pada bayi-tetanus, gangguan perinatal, diare dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)~meliputi lebih dari duapertiga seluruh kematian bayi yang diperkirakan 379.800 pada tahun 1985 (Tabel 2.5). Dari jumlah kematian tersebut, 28 persen disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti tetanus, campak, difteria dan batuk rejan. Suatu sebab utama lainnya (hampir 1 di antara setiap 5 kematian bayi) adalah trauma persalinan dan gangguan perinatal lainnya; dan, di samping itu sebanyak 4 persen akibat kelainan bawaan. Gangguan perinatal dan kelainan bawaan ini umumnya dapat I dipengaruhi oleh keadaan kesehatan dan gizi yang kurang pada masa kehamilannya, selain kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan pertolongan persalinan. Tetanus I merupakan sebab dari 19 persen kematian bayi, dan terutama sebagai sebab dari kematian bayi di bawah umur 1 bulan yang merupakan 40 persen kematian bayi j neonatus. Kematian sebab tetanus neonatorum erat hubungannya dengan tindakan yang I dilakukan pada waktu pertolongan persalinan serta perawatan pasca persalinan termasuk cara merawat tali pusat.

Tabel Pola Sebab Kematian Bayi (dibawah umur 1 tahun),1986
Penyakit % kematian bayi Kematian bayi per 100.000 KH Perkiraan jumlah kematian bayi
Tetanus 19,3 1.383,5 73.301
Gangguan perinatal 18,4 1.320,6 69.883
Diare 15,6 1.119,4 59.249
Infeksi saluran pernafasan 14,4 1.031,3 54.691
Campak 7,5 540,8 28.485
Penyakit saraf 5,6 402,5 21.268
Kelainan bawaan 4,2 301,8 15.952
Difteria, batuk rejan 1,0 75,5 3.798
Anemia, kurang gizi 1,0 75,5 3.798
Lain-lain 13,0 930,7 49.374
Jumlah 100,0 7.181,6 319.800
Sumber:Budiarso,L.Ratna, Pola Kematian. Prosiding Seminar Survei Kesehatan Rumah Tangga. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, hal 161.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) seperti yang dilakukan pada tahun 1986 itu sudah pemah dilakukan sebelumnya pada tahun 1980. Sekalipun antara kedua survei tersebut ada perbedaan dalam jumlah sampel dan metoda klasifikasi penyebab kematian, akan tetapi bilamana data tersebut dianalisa secara hati-hati, maka data dari kedua survei tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:


Pertama: Keempat penyebab kematian utama pada tahun 1980 masih merupakan penyebab kematian utama pada tahun 1986. Akan tetapi peran keempat penyebab utama tersebut sudah berkurang dari tigaperempat menjadi duapertiga dari seluruh kematian bayi. Walaupun angka kematian bayi dari basil kedua survei tersebut menunjukkan penurunan, yaitu dari 100 menjadi 71,8 per 1000 KH, tetapi proporsi dari 7 penyebab utama adalah tetap meliputi 83,0 persen, baik pada tahun 1980 maupun 1986.


Kedua: Tetanus merupakan penyakit pembunuh utama dalam tahun 1980 dan dalam tahun 1986 masih tetap merupakan demikian. Meskipun angka kematian disebabkan tetanus sudah menurun, yaitu dari 1978,5 per 100.000 KH menjadi 1383,5 per 100,000 KH, tetapi kematian disebabkan tetanus masih meliputi kurang lebih 70.000 kematian bayi dalam tahun 1985, yaitu lebih dari 1 untuk setiap 5 kematian bayi. Proporsi ini tidak berubah dibandingkan dengan keadaan tahun 1980.

2.7 Tingkat Kematian Maternal Ibu
Tingkat kematian matemal dinyatakan dengan beberapa ukuran, yaitu MMRatio, MMRate, Life Time Risk (resiko kematian selama hidup) dan proporsi kematian karena sebab maternal pada keiompok umur reproduksi (S. Soemantri,1997).
Berdasarkan kesepakatan internasional,maka ukuran tingkat kematian maternal yang digunakan adalah MMRatio, yaitu kematian maternal untuk periode tertentu (biasanya 1 tahun) per 1000 kelahiran hidup pada periode yang sama.
Kemajuan ilmu kedokteran telah memberi hasil yang menggembirakan bagi menurunnya angka kematian ibu. Di Inggris, angka kematian maternal menurun dari 442 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1928 menjadi 25 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1970 (Hanifa S, 1992), sedangkan Malaysia mengalami penurunan angka kematian maternal yang cukup pesat dari 150 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1970 menjadi 30 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Hal ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan sosial ekonorni dan dukungan kebijakan pemerintah yang menyebabkan fasilitas kesehatan berfungsi secara baik.
Sementara di Indonesia belum di dapati data angka kematian ibu yang tepat sebab belum ada system pendaftaran kematian dan kematian yang berlaku sccara ketat. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992 memperkirakan MMRatio sebesar 455 per 100.000'kelahiran hidup, sedangkan SKRT tahun 1995 membuat perkiraan yang lebih rendah , yaitu 384 per 100.000 kelahiran hidup, namun untuk luar Jawa-Bali angkanya adalah 469 per 100.000 kelahiran hidup (S.Soemantri, 1997).
Jumlah angka kematian ibu di Indonesia sangat bervariasi, yang tertinggi di NTB 134 per 100.000 kelahiran hidup, Aceh (1996) 421 per 100.000 kelahiran hidup, Jawa Timur 98,9 per 100.000 kelahiran hidup, Jawa Barat 490 per 100.000 kelahiran hidup, DJY 130 per kelahiran hidup (Poehjati Poedji, dkk 2003)
Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI dari hasil Survei Keserhatam Rumah Tangga (SKRT) 1985 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 1992 menurun menjadi 404 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994 AKI di Indonesia adalah sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkankan dengan negara-negara tetangga ASEAN, yaitu pada tahun 1994 AKI di Vietnam 1231,FiIipina 100,Brunai 60, Malaysia 59, Thailand 50, dan Singapura hanya 10 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut SKRT tahun 2001 AKI di Indonesia adalah sebesar 343 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangakan menurut Survei Dernografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 AKI turun menjadi 307 per l00.000 kelahiran hidup.

2.8 Angka Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), dan Surkesnas/Susenas. Dalam beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup menggembirakan meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun 1971 AKB diperkirakan sebesar 152 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 117 pada tahun 1980, dan turun lagi menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Sedangkan AKB menurut hasil Surkesnas/Susenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup. Gambaran perkembangan estimasi AKB dari tahun 1995 s.d. tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel berikut.

TABEL ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP
DI INDONESIA MENURUT SUPAS 1995 DAN SUSENAS
TAHUN 1995 S.D TAHUN 2002

Tahun Estimasi
SUPAS 1995 Estimasi SUSENAS
1995 55 56
1996 54 -
1997 52 -
1998 49 49
1999 46 -
2000 44 -
2001 - 50
2002 - 45
Sumber: Indikator Kesejahteraan Anak 2000 (estimasi SUPAS 1995) dan estimasi Susenas 2002-2003


Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir tersebut memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Penurunan AKB tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan cakupan imunisasi bayi, peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, penempatan bidan di desa, dan meningkatnya proporsi ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi.
Bila dilihat menurut jenis kelamin, angka kematian bayi pada laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan, sebagaimana terlihat pada gambar berikut.

GAMBAR ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP DI INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN
TAHUN 1995 S.D. TAHUN 2000

Sumber: Indikator Kesejahteraan Anak 2000 (estimasi SUPAS 1995)

Dari hasil penelitian terhadap semua kasus kematian yang disurvei pada SKRT 1992, 1995 serta Surkesnas tahun 2001 diperoleh gambaran proporsi sebab utama kematian bayi sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

TABEL PROPORSI PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI INDONESIA
HASIL SKRT 1992, 1995, DAN SURKESNAS 2001

SKRT 1992 SKRT 1995 SURKESNAS 2001
Jenis penyakit % Jenis penyakit % Jenis penyakit %
1. ISPA
2. Diare
3. Tetanus Neonatorm
4. Penyakit Sist Syaraf
5. Gangguan Perinatal
6.Difteria, Pertusis, dan Campak 36,0
7. Penyakit Sistem Pernafasan
8. Gangguan Perinatal
9. Diare
10. Penyakit Sist Syaraf
11. Tetanus
12. Infeksi dan Parasit Lain 29,5

13. Gangguan Perinatal
14. Sistem Pernafasan
15. Diare
16. Sistem pencernaan
17. Gejala tidak jelas
18. Tetanus
19. Saraf 34,7

Sumber: Badan Litbangkes, Publikasi hasil SKRT 1992 dan 1995, SURKESNAS 2001

Tabel di atas menunjukkan bahwa pola penyakit penyebab kematian bayi dari tahun 1992 dan 1995 tidak terlalu banyak mengalami perubahan dan masih didominasi oleh penyakit infeksi. Sedangkan pada tahun 2001 gangguan perinatal menduduki peringkat pertama, yang diperkirakan karena kualitas pemeriksaan ibu hamil dan pertolongan persalinan masih perlu ditingkatkan walaupun cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah meningkat

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Strategi Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
Terjadinya kematian maternal di negara-negara berkembang biasanya di dahului oleh berbagai masalah, misalnya kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, status wanita yang rendah, sanitasi dan gizi yang buruk, tranportasi dan pelayanan kesehatan yang terbatas. Bila masalah tersebut teratasi, maka angka kematian ibu dapat diatasi.namun bila masalah tersebut belum dapat diatasi, maka Mainne et al (1993) dalam WHO (I998)menyatakan bahwa kematian ibu dapat juga dicegah dengan pendekatan sebagai berikut :
1. Mencegah/memperkecil kemungkinan wanita untuk hamil.
Selama seorang wanita tidak berada dalam kehamilan, ia tidak mempunyai resiko untuk mati. Dengan demikian menurunkan angka kesuburan wanita merupakan cara yang efektif untuk mcncegah kemungkinan menjadi hamil sehingga menghilangkan resiko kematian akibat kehamilan dan persalinan.
Keikutsertaan ber-KB berhubungan dengan resiko kematian seumur hidup (life time risk)seorang wanita, yang merupakan fungsi dari aspek kemungkinan selamat dalam menjalani kehamilan dan jumlah kehamilan rata-rata yang dialami wanita. Keikutsertaan ber-KB mencegah kematian ibu melalui aspek yang kedua.
2. Mencegah/memperkecil kemungkinan wanita hamil mengalami komplikasi dalam kehamilan/persalinan.
Analisis menunjukkan bahwa kebanyakan kejadian komplikasi obstetri tidak dapat dicegah atau diperkirakan sebelumnya. Disamping itu telah diketahui bahwa wanita dalam kelompok umur <> 35 tahun mempunyai resiko lebih besar terhadap kematian ibu. Namun asuhan antenatal yang berkualitas dan pertolongan persalinan yang aman akan berperan penting dalam menghasilkan ibu dan bayi yang sehat pada akhir kehamilan,disamping pcrlunya persiapan terhadap keadaan darurat obstetri yang tidak terduga bagi setiap ibu hamil.
3. Mencegah/memperkecil kematian wanita yang mengalami komplikasi kehamilan/persalinan.
Walaupun kebanyakan komplikasi obstetri tidak dapat dicegah dan dan diperkirakan sebelumnya, tidak berarti bahwa komplikasi itu tidak dapat ditangani. Mengingat bahwa setiap ibu beresiko untuk mengalami komplikasi obstetri, maka mereka perlu mempunyai akses terhadap pefayanan kegawatdaruratan obstetric sehingga semua kematian ibu dapat dicegah.
Fasilitas, Tenaga dan Cakupan Program Kematian ibu sangat erat hubungannya dengan kemajuan ilmu kedokteran, fasilitas yang ada dalam pelayanan kebidanan, mutu tenaga yang memberi pelayanan dan factor sosial ckonomi. (H. Hutabarat, 1980).
Kesehatan ibu dan anak (KIA) mempunyai tujuan akhir bagi angka kematian bayi, anak balita dan kematian ibu/maternal. Untuk keberhasilan program tersebut harus di dukung oleh keberadaan fasilitas dan tenaga yang memadai dan profesional untuk mendapatkan cakupan program yang setinggi-tingginya.


Strategi yang dilakukan pemerintah adalah 7 T yaitu:
• terlalu muda,
• terlalu tua,
• terlalu sering,
• terlalu banyak, terlambat mengambil keputusan,
• terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan
• terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ada pendekatan yang dikembangkan untuk meniirunkan angka kematian ibu yang disebut MPS atau Making gnancy Safer. 3 (tiga) pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan adalah:
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai).
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

3.2 Strategi Untuk Menurunkan Angka Kematian Bayi
1. Pemberian Asi
Bayi-bayi yang diberi air susu ibu jarang sakit dan cukupmendapat makanan lengkap dibandingkan dengan bayi yangdiberi makanan lain .Karena itu ,pemberian susu botol ,terutama di lingkungan Keluarga ,masyarakat miskin,merupakan ancaman bagi jiwa dan kesehatan jutaan anak .Air susu ibu adalah satu-satunya makanan dan minuman terbaik bagi bayi dalam uisa empat sampai enam bulan pertama kehidupannya .Bayi harus mulai mendapat air susu ibu secepatnya setelah lahir .Dimana sebenarnya setiap ibu mampu menyusui anaknya .Untuk menghasilkan susu yang cukup bagi kebutuhan bayi ,diperlukan penghisapan seserimg mungkin. Pemberian susu botol dapat menyebabkan sakit parah dan kematiaan.Pemberian air susu ibu harus dilanjutakan sampai anak berusia dua tahun,dan bila mungkin lebih lama.
2. Upaya dehidrasi oral (ORAL)
Diare menyebabkan dehidrasi(kehilangan air dari tubuh atau jaringan),yang mengakibatkan kematian sekitar 3,5 juta anak setiap tahun .Diare juga merupakan penyebab utama kekurangan gizi pada anak-anak .Namun demikian upaya dehidrasi oral (URO)dapat digunakan untuk mencegah atau merwat dehidrasi yang disebabkan diare yang merupakan sebab umum dari kematian anak balita . Dalam tahun 1990an promosi oralit atau larutan garam dan gula yang merupakan atau jenis lain dari larutan dehidrasi yang dibuat di rumah. Telah memberikan terapi ini kepada kira-kira 20 % dari oranmg tua di dunia dan kini menyelamatkan kira-kira 600.000 jiwa setiap tahun.
3. Imunisasi
Sejauh ini, tempat uji coba utama persekutuan besar bagi anak-anak adalah usaha untuk menyediakan imunisasi. Imunisasi di dunia berkembang tidak semudah atau seotomatis untuk sebagian besar orang tua sebagaimana di dunia industri. Dan kalau kita ingin agar mereka mau membawa anak yang tidak sakit ke klinik tiga atau empat kali dalam tahun pertama dari masa hidup anak-anak tersebut, jadwal imunisasi yang dianjurkan oleh WHO adalah sebagai berikut :
• Habis lahir- BCG untuk Tuberclosa dan vaksin polio pertama (OPV1)
• 6 minggu – suntikan pertama terhadap dipteri, batuk rejan dan tetanus atau DPT 1 dan OPV2
• 10 minggu – DPT2 dan OPV3
• 14 minggu – DPT2 dan OPV4
• 9 bulan – Campak
Di beberapa Negara vaksinasi DPT dan polio diberikan hanya 2 dosis saja dan vaksinasi campak diberikan setelah 12 bulan. Maka semua orang harus diberi tahu dari semua sumber yang ada bahwa pemberian vaksinasi lengkap sangat diperlukan untuk melindungi jiwa dan pertumbuhan normal anak-anak mereka diantara penyakit-penyakit masa kanak-kanak yang paling berbahaya.
Dalam lima tahun belakangan ini, imunisasi telah menghimpun momentum baru. Adalah sangat penting saat ini untuk mempertahankan momentum itu. Dan dalam tahun 1980 an hany ada tiga infeksi yang dapat dicegah oleh vaksin – campak, batuk rejan, dan tetanus – yang telah membunuh kurang lebih dari 25 juta jiwa nak-anak kecil – lebih dari seluruh penduduk dibawah umur 5 tahun di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Kita mempunyai sarana yang murah untuk menghentikan pembunuhan yang keji itu dan menghentikannya dalam beberapa tahun ini. Kalau tidak memanfaatkan sarana itu, maka pengakuan kita tentang peradaban dunia dan harapan kita bagi kemajuan manusia tidak akan bertahan terhadap pengujian lebih lanjut.
Melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dunia telah menentukan sasaran untuk mengimunisasikan sebagian besar anak-anak terhadap enam jenis penyakit utama pada tahun 1990 an. Tidak ada satupun yang pernah mencapai cakupan imunisasi 100 persen. Negara-negara berkembang telah menentukan target dengan 80%, yang dianggap sebagai tingkat minimum yang dapat diterima ( cakupan di Negara-negara industri hanya lebih 70% untuk DPT, dan dibawah 80% untuk Campak dan Folio). Apabila cakupan imunisasi mencapai 80% atau lebih, pola penyebaran penyakit akan terpengaruhi, dan suatu tingkat perlindungan akan terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi (asal tersebar merata dan tidak terpusat di daerah-daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah). Tetanus, yang diakibatkan oleh kelahiran tidaj higienis, telah membunuh sekitar 800.000 anak yang baru lahir setiap tahun. Dua vaksinasi dengan Tetanus Toxoid diwaktu hamil atau satu dosis tambahan untuk seorang ibu yang sudah divaksinasi akan melindungi anak yang baru lahir sampai anak tersebut divaksinasi. Separuh dari bayi dunia berkembang kini sedang diimunisasi dengan vaksin BCG, difteria, batuk rejan, Tetanus dan polio sebelum usia 12 bulan, 39% sedang diimunisai terhadap campak, 28% wanita hamil di Negara-negara berkembang diimunisasi terhadap tetanus. Dan dengan segala keuletan dan ketekadan yang diperlukan, sasarn tersebut harus dicapai. Dan apabila ada insentif lain yang dibutuhkan, perlu kiranya disebutkan bahwa penciptaan system universal untuk imunisasi mutlak perlu bagi penyampaian vaksin-vaksin baru misanya, terhadap malaria dan AIDS-yang mungkin sekali dikembangkan dalam 10 tahun mendatang.
Dengan demikian imunisasi tantangan komunikasi yang permanent. Dan masih banyak yang harus dilakukan.
Di Indonesia, sukses dalam mobilisasi ratusan anggota ribu anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagai kader gizi yang aktif telah menghasilkan berdirinya sampai 133.000 Posyandu atau pos pelayanan terpadu, yang sekarang mendukug lebih dari separuh orang tua Negara itu dalam menyediakan satu paket terpadu cara-cara yang murah untuk melidungi kesehatan dan pertumbuhan normal anak-anak. Melalui imunisasi, rehidrasi oral, Keluarga berencana, promosi pemberian air susu ibu, perawatan pra-natal, dan pemantauan pertumbuhan setiap bulan. Posyandu mungkin akan berhasil memberi kuasa kepada orang tua untuk mengurangi angka kematian anak tahun 1980 dengan 50% atau lebih pada akhir dasawarsa ini.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang tertinggi memberikan dampak yang besar terhadap keluarga dan masyarakat. Kematian ibu dan anak masih merupakan masalah kesehatan reproduksi di dunia terutama di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dunia dan Indonesia masih terus memikirkan upaya-upaya untuk menurunkan tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Adapun upaya yang telah dilakukan diantaranya :
- Pemberian ASI Eksklusif
- Mencegah terjadinya komplikasi persalinan pada ibu hamil
- Imunisasi
- Memeriksakan kandungan minimal empat kali selama masa kehamilan
- Memberikan zat besi yang cukup untuk ibu hamil

4.2 Saran
1. Kesehatan ibu dan anak dapat lebih ditingkatkan dengan cara menjarangkan kelahiran paling sedikit antaradua tahun, dengan mencegah kehamilan sebelum usia 18 tahun, dan dengan mem-batasi kehamilan hingga empat kali.
2. Untuk mengurangi bahaya-bahaya pada saat melahirkan, semua wanita yang hamil harus memeriksakan diri kepada petugas kesehatan, agar mendapatkan perawatan sebelum melahirkan, dan setiap kelahiran bayi harus dibantu oleh bidan yang terlatih.
3. Selama beberapa bulan pertama kehidupan bayi, air susu ibu adalah satu-satunya makanan dan minuman yang paling baik Setelah berusia empat hingga enam bulan, bayi memerlukan makanan lain di samping air susu ibu.
4. Anak-anak di bawah usia tiga tahun memerlukan makanan khusus. Mereka perlu makan lima atau enam kali sehari datf makanannya harus diperkaya dengan sayuran yang dihaluskan dan sedikit lemak atau minyak.
5. Penyakit diare dapat menyebabkan kematian karena anak kehilangan terlalu banyak cairan di tubuhnya. Karena itu cairan yang hilang ketika anak berak cair atau mencret, hari diganti dengan cara memberinya minum cairan yang tepat misalnya air susu ibu, bubur cair, sup, atau larutan ORALIT.
Bila penyakimya lebih parah dari biasa, anak memerlukan pertolongan dari petugas kesehatan dan minum larutan ORALIT. Agar cepat sembuh, anak yang menderita diare perlu diberi makan.
6. Imunisasi akan melindungi anak-anak terhadap beberapa penyakit yang menghambat pertumbuhan, menyebabkan kelemahan, dan kematian. Semua imunisasi hams diberikan pada tahun pertama. Setiap wanita bemsia subur hams diimunisasi terhadap tetanus.
7. Biasanya batuk dan pilek akan sembuh dengan sendirinya. Tetapi, bila anak yang batuk bernafas lebih cepat dari biasa, anak tersebut sakit parah dan perlu cepat dibawa ke Puskesmas. Anak yang batuk dan pilek haras diberi makan dan perlu banyak minum.
8. Banyak penyakit disebabkan oleh kuman penyakit yang masuk mulut. Hal ini dapat dicegah dengan cara buang air besar di kakus, mencuci tangan dengan air dan sabun setelah buang air dan sebelum menangani makanan, serta mendidihkan air untuk diminum.
9. Penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Setelah sembuh dari sakit, setiap hari selama satu minggu, anak memerlukan makanan tambahan untuk mengejar pertumbuhan yang terhenti sebagai akibat dari sakit.
10. Anak-anak yang berusia tiga bulan hingga enam tahun, harus ditimbang setiap bulan. Jika dalam waktu dua bulan, berat badannya tidak bertambah, pasti ada masalah.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Pemerintah Republik Indonesia-UNICEF.1989. Analisa Situasi Anak dan Wanita di Indonesia. Jakarta: Pemerintah RI-UNICEF.
2. Grant,P.James.1989.Situasi Anak-anak di Dunia 1988. Jakarta: Kantor Perwakilan UNICEF untuk Indonesia.
3. Benson dkk.1994.10 Petunjuk Bagi Kesehatan Ibu dan Anak. Medan: Pustaka Widyasarana.
4. www.

Read More..
 
Template by Administrator Frelia | Anak SD | Blogger